Bedak menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang di berbagai bangsa selama berabad-abad. Awalnya, orang menggunakan bedak bukan untuk tujuan keindahan tapi lebih karena alasan spiritual. Membalur tubuh dengan bedak dianggap bisa menjauhkan diri dari roh-roh halus. Orang-orang Timur Jauh menggunakannya khusus untuk acara pernikahan atau pertemuan lainnya. Baru setelah Ratu Cleopatra menggunakannya sebagai lapisan dasar kosmetik, fungsi estetis bedak lebih menonjol. Dia menggunakan beragam bahan, beberapa di antaranya sangat eksotis. Mungkin yang “terhebat” adalah kotoran buaya, yang dia buat menjadi bubuk halus.
Bangsa Mesir umumnya membuat bedak dari campuran kapur dan tanah liat. Namun dalam jumlah yang lebih sedikit, mereka menambahkan timah putih. Penggunaan timah putih juga umum di Dunia Timur maupun Barat kuno. Penggalian arkeologis situs Mesir Kuno, Lembah Sungai Indus, makam Yunani, serta makam Dinasti Chin dan Han di China, membuktikannya.
Sebelum Mesir, orang-orang Sumeria menggunakan bunga ochre kuning untuk bedak wajah. Mereka menamai bedak itu “golden clay” atau “face bloom”. Orang-orang Mesopotamia lalu meneruskan kebiasaan leluhurnya ini dengan sedikit modifikasi. Mereka menggunakan ochre merah atau daun pacar. “Bangsa Mesir kurang liberal dengan bedak mereka,” tulis Robert James Forbes, ahli kimia-cum-sejarawan sains asal Belanda, dalam Studies in Ancient Technology, Vol. 8., “meski gambar-gambar yang ada menunjukkan bahwa perempuan kuno Mesir sangat paham bagaimana menggunakan kain pemoles bedak.”
Berbeda dari bangsa Mesir, orang-orang Timur Jauh (China, Jepang, dan sekitarnya) umumnya menggunakan bahan tepung beras. Setelah itu, artis zaman Dinasti Tang memakai bedak yang terbuat dari mutiara sebelum naik panggung untuk melindungi dan mempercantik kulit. Kaisar Dowager dari Dinasti Ching lalu mengikutinya jauh setelah itu. Bangsa Yunani dan Romawi, kemudian dilanjutkan Eropa, membuat bedak dari gandum. Meski penggunaan bedak mulai meluas, ia masih terbatas di kalangan orang kaya atau bangsawan.

Penggunaan beras sebagai bahan pembuatan bedak sempat membuat persediaan beras menurun pada abad ke-15. Namun itu tak menghalangi orang-orang kaya untuk berdandan. Bahkan seabad kemudian, beras dan terigu menjadi inti dari mode dan gaya hidup di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Para perempuan ningrat menaburkan banyak bedak ke wajah, tangan, dan bahu untuk menyembunyikan cacat di kulit atau membuatnya terlihat lebih muda dan segar.
Campur-tangan penguasa membuat pamor bedak meredup pada akhir abad ke-18. Penguasa Prancis, lalu diikuti negara Eropa lainnya, melarang pembuatan bedak untuk menghemat terigu atau beras –yang didapatkan dari perdagangan dengan dunia Timur. Ratu Victoria juga sempat melarangnya karena menganggapnya vulgar. Kala itu bedak juga merupakan aksesori utama para pelacur. Bedak mulai meraih popularitasnya kembali di awal abad ke-20.
Bedak dengan wujud seperti sekarang diciptakan di Prancis. Bahan dasarnya talk tanpa campuran timah yang bisa mengiritasi kulit. Hampir bersamaan, dan ini menarik, Anthony Overton meluncurkan bedak pertama untuk orang Afro-Amerika dengan merek High Brown Brand –kala itu orang kulit putih masih melarang orang kulit hitam menggunakan bedak. Pada 1923, perusahaan Inggris Laughton & Sons menciptakan wadah bedak kompak yang nyaman, lengkap dengan sponsnya. Jeda beberapa saat, penata gaya legendaris Hollywood Max Factor meluncurkan bedak dasar yang bisa digunakan setiap hari, Pan Cake. Lalu, Helena Rubinstein membuat bedak murah pada awal 1940-an dengan merek yang menggunakan namanya. Bedak dengan fungsi lebih spesifik juga bermunculan. Perusahaan Johnson & Johnson (J&J), yang awalnya tak sengaja terjun di segmen ini, mengembangkan dan meraih keuntungan dari bedak bayi.
Konsumsi bedak terus meningkat. Di Amerika Serikat, menurut sejarawan Gary Dean Best, sebagaimana ditulis Brian Greenberg dan Linda S Watt dalam Social History of the United States, Vol. 1, pada akhir 1920-an saja perempuan Amerika tiap tahunnya menggunakan 4.000 ton bedak. Itu belum termasuk produk kosmetik lainnya.
Bedak merupakan make up dasar dan penting, namun perlu cermat dalam memilih bedak yang sesuai jenis dan kondisi kulit. Ada beberapa jenis bedak yang umum beredar di pasaran, dengan kegunaan yang berbeda-beda.
1. loose powder
Bedak tabur biasanya dipakai setelah memoleskan alas bedak (foundation). Bahannya mudah menyerap minyak diwajah dan menutupi pori-pori wajah lebih sempurna. Tapi untuk penggunaannya agak kurang praktis karena serbuknya seringkali berjatuhan dan mengotori baju. Maksimal penggunaan dua tahun.
2. Compact Powder
Bentuknya padat, digunakan setelah pemakaian alas bedak. Bahan-bahan yang terkandung di dalamnya membuat bedak jenis padat ini cepat menyerap sekaligus mengurangi minyak. Bentuknya beragam, tidak mudah tumpah hingga praktis dibawa kemanapun. Sebaiknya pulaskan tipis-tipis saja. Bisa dipakai hingga 15 bulan.
3. Shimmering Powder
Bentuknya bubuk, berwarna, dan berglitter. Digunakan sebagai sentuhan akhir setelah merias wajah. Bedak jenis ini bisa di pulaskan di punggung, leher dan lengan jika memakai gaun dengan sedikit terbuka. Tersedia dalam aneka warna, dapat disesuaikan dengan tema tata rias. Penggunaan maksimal 15 bulan.
4. Meteorite Powder
Bentuknya bulat kecil berwarna-warni. Digunakan setelah bermake-up, sebagai sentuhan akhir. Sebaiknya digunakan dengan kuas besar. Sapukan keseluruh wajah.
Harganya cenderung mahal dan hanya tersedia di tempat-tempat tertentu.
5. Two way cake Powder
Bentuknya mirip compact powder, namun memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai bedak sekaligus foundation. Digunakan setelah memakai pelembab dengan spons kering bila ingin dipakai sebagai bedak biasa, dan gunakan spons basah jika ingin dipakai sebagai foundation. Sangat praktis karena sekaligus berfungsi sebagai alas bedak dan menyerap minyak. Masa pemakaian 1 tahun.ri hampir setiap orang, terutama perempuan. Di dalam ataupun di luar rumah, dengan santai atau terburu-buru, perempuan membedaki wajah menjadi pemandangan yang familiar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar